ID | EN

Mengenal 3 Warisan Budaya Luar di Jakarta

Tinggal di Jakarta, sudah kenal belum dengan warisan budaya ini?

Photo by Pradamas Gifarry on Unsplash

Sebelum menjadi seperti sekarang ini, Jakarta atau dulu dikenal dengan sebutan Batavia menjadi pelabuhan internasional yang terletak pada jalur perdagangan. Sehingga, banyak pedagang asing maupun penjajah yang berlalu lalang di kota yang memiliki julukan The Big Durian ini. Karena banyaknya jejak negeri luar di sini, Jakarta memiliki 3 warisan budaya luar yang masih bisa dinikmati hingga saat ini. Apa saja budaya tersebut? Check it out!


Budaya Arab dan India
Budaya ini mewariskan dua bangunan masjid yang dibangun pada abad ke-18 dan ke-19 di kawasan Batavia Tua. Masjid tersebut adalah Masjid An-Nawier dan Masjid Langgar Tinggi di Pekojan. Pekojan sendiri diambil dari nama daerah di India, yaitu "Khoja" atau "Kaja". Sekarang daerah ini lebih dikenal dengan nama Kampung Arab yang terletak di Jakarta Barat karena didominasi oleh masyarakat Arab yang tinggal di kawasan ini.

Sebelumnya, kawasan ini didominasi oleh orang India Muslim dari Bengal. Masjid An-Nawier merupakan masjid terbesar dan tertua di Batavia Tua. Masjid ini berbentuk huruf L dan bisa menampung 2.000 orang. Atap masjid ini disanggah 33 pilar yang melambangkan banyaknya jumlah lantunan zikir yang biasa dilakukan setelah ibadah shalat.

Atas: Masjid An-Nawier, Bawah: Masjid Langgar Tinggi. Photo source: http://www.jakarta-tourism.go.id

Kemudian untuk menuju Masjid Langgar Tinggi, Anda akan melewati sebuah jembatan yang disebut Jembatan Kambing di atas Sungai Angke. Disebut demikian karena dulunya jembatan ini menghubungkan ke tempat penjagalan kambing. Saat ini pun masih ada masyarakat Arab yang memelihara kambing serta memperjual-belikannya.

Masjid Langgar Tinggi terletak di tepi Sungai Angke. Masjid ini dinamakan Langgar Tinggi karena pada masanya, amat sangat jarang ditemukan masjid yang terdiri dari dua lantai. Arsitektur masjid ini merupakan perpaduan antara moroislam dan kolonial sehingga terdapat elemen Cina, Jawa, hingga Eropa.


Budaya Cina

Photo source: http://www.jakarta-tourism.go.id

Cina dan Indonesia telah memiliki hubungan yang sangat dekat sejak abad pertama sebelum Masehi. Bahkan sejumlah putri kerajaan Cina menikah dengan sejumlah raja di beberapa daerah di Indonesia. Pada zaman Batavia, Belanda memerlukan komunitas bangsa Cina. Namun, komunitas tersebut hanya diperbolehkan tinggal di luar batas kota dan tembok kota. Daerah tersebut kini kita kenal dengan kawasan Pecinan Jakarta, yaitu Glodok.

Sejumlah bangunan warisan budaya Cina masih ada sampai saat ini, salah satunya adalah Toko Merah. Anda bisa membaca tentang Toko Merah lebih lanjut di sini. Selain Toko Merah, ada juga kawasan Petak Sembilan di mana Anda dapat menemukan toko-toko yang menjual berbagai macam manisan, toko obat Cina, serta berbagai pernak-pernik dan restoran Cina. Kawasan ini menjadi sangat meriah pada saat perayaan Tahun Baru Imlek dengan adanya lampion dan tari Barongsai.


Budaya Kolonial Eropa
Bangsa Eropa yang pertama kali menjejakkan kaki di Pulau Jawa adalah bangsa Portugis. Bangsa ini mencari rempah-rempah Indonesia yang legendaris. Walau tidak mendominasi seluruh Pulau Jawa, namun ada peninggalan di Jakarta berupa dua gereja Portugis dan musik keroncong. Dua gereja peninggalan Portugis adalah Gereja Tugu Portugis dan Gereja Sion. Gereja Tugu Portugis dibangun diperuntukkan para budak yang bekerja untuk bangsa Portugis pada masa itu. Walaupun bangunannya sederhana namun kini para penduduk sekitar masih merayakan Natal ditemani oleh alunan musik keroncong dan berbagai tarian.

Atas: Gereja Sion, Bawah: Gereja Tugu Portugis. Photo source: http://www.jakarta-tourism.go.id

Sedangkan Gereja Sion merupakan peninggalan Portugis yang sekaligus menjadikan gereja ini tertua di Jakarta. Anda bisa membaca tentang Gereja Sion lebih lengkap di sini. Kemudian peninggalan Portugis selanjutnya, yakni musik keroncong, diperkenalkan oleh para pelaut dan budak dari kapal dagang di abad ke-16. Keroncong mengalami proses akulturasi di Jakarta dengan adanya tambahan sentuhan alat musik flute dan gamelan.

Scroll To Top