Minuman yang tengah naik daun ini menyimpan banyak fakta yang tidak boleh dilewatkan, terutama bagi penggemar bubble tea. Di Jakarta sendiri, rasanya tidak terhitung berapa banyak gerai yang menjual ragam bubble tea menggiurkan.
Bubble tea pertama kali dibuat di Taiwan tahun 1988. Awalnya, sang pelopor, Lin Hsui Hui merasa bosan dengan teh yang itu-itu saja. Dirinya memutuskan untuk mencampur bola-bola hitam kenyal yang terbuat dari tapioka ke dalamnya (boba). Siapa sangka jika rasanya enak, sejak saat itulah bubble tea terkenal.
Warna asli bola-bola tapioka bukan hitam namun cokelat. Warna hitam didapat setelah dicampur dengan gula merah. Selain kenyal, bola-bola tersebut terasa manis. Bubble tea pun punya banyak nama, tergantung pada topping atau bahan dasar yang digunakan, seperti teh, susu, cokelat atau kopi.
Sayangnya, tapioka sebagai bahan dasar pembuat boba memiliki kandungan pati resisten yang tinggi. Kandungan tersebut ternyata cukup sulit dicerna oleh tubuh. Belum lagi gula yang ditambahkan saat proses memasak boba. Terlalu sering mengonsumsi bubble tea dikhawatirkan dapat memicu obesitas dan diabetes, efeknya serupa dengan mengonsumsi minuman tinggi gula lain, seperti sirup atau minuman bersoda.
Solusinya? Mengganti dengan minuman yang lebih sehat seperti jus tanpa gula tambahan. Anda juga masih bisa sesekali mengonsumsi bubble tea favorit dengan catatan pilih kadar gula paling rendah dan ukuran yang paling kecil untuk membatasi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh.