Industri media sosial bisa dibilang cukup fluktuatif (bersifat naik-turun), terkadang ada platform terbaru yang dengan segala kecanggihannya cepat mencuri perhatian warganet, namun kemudian cepat pula dilupakan.
Di antara banyaknya media sosial yang trennya naik-turun, ada yang memilih tutup, tapi ada juga yang tetap lanjut meski ditinggalkan banyak penggunanya. Apa sajakah 5 media sosial tersebut?
1. Google+
Ketika dirilis pada tahun 2011 lalu, banyak yang memprediksi Google+ bakal menjadi pesaing berat Facebook. Sempat booming selama 2 tahun, pendaftar Google+ saat itu bahkan mencapai miliaran akun.
Kendati demikian, laporan dari Stone Temple Consulting pada tahun 2014 menunjukkan pengguna aktifnya hanya tersisa 100 juta. Dari jumlah tersebut, yang rutin mengunggah konten hanya 3,5 juta pengguna. Angka itu berbanding jauh dengan pengguna aktif Facebook yang diklaim mencapai 2 miliar setiap bulan.
Sebelum Google+, upaya sang raksasa mesin pencari untuk mengalahkan Facebook sebenarnya sudah gencar dilakukan melalui Orkut dan Google Wave. Walau selalu gagal, Google nampaknya tak ingin menyerah dengan Google+. Hingga kini media sosial tersebut masih berlanjut meski sepi aktivitas dari para penggunanya.
2. Path
Sekitar tahun 2013 hingga 2015, Path menjadi salah satu media sosial yang sangat populer di kancah global, bahkan hampir menyaingi Instagram yang hadir lebih dulu. Hingga kini sebenarnya masih banyak yang pengguna Path di Indonesia, namun tak seaktif dulu.
Keunggulan Path mulanya terletak pada keterbatasan teman yang hanya mencapai 50 orang. Kemudian ditambah menjadi 150 dan akhirnya tidak dibatasi sama sekali.
Beberapa kasus terkait privasi pengguna dianggap menjadi salah satu faktor yang membuat popularitas Path turun, di mana media sosial ini diam-diam bisa mengakses dan menyimpan kontak telepon pengguna tanpa meminta izin.
Setelah meminta maaf, Path lagi-lagi ketahuan menyimpan data privasi penggunanya yang masih di bawah umur. FTC (Federal Trade Commission - lembaga independen dalam cabang eksekutif federal Amerika Serikat) pun mendenda Path sebesar 800.000 dollar AS (Rp 10 miliar) atas masalah ini.
Banyaknya warganet yang lebih tertarik pada Snapchat dan fitur InstaStory pada Instagram juga menjadi salah satu penyebab Path banyak ditinggalkan penggunanya.
Laporan terakhir menyebukan pengguna aktif Path hanya tersisa lima juta orang, namun masih tetap beroperasi hingga kini.
3. Gab
Pada dasarnya Gab hampir sama dengan Twitter. Bedanya, Gab memperbolehkan penggunanya melontarkan pesan kasar tanpa khawatir akun mereka akan ditangguhkan atau suspended.
Tak heran jika media sosial yang dirilis pada 2016 tersebut dijuluki sebagai “Twitter untuk orang-orang rasis”. iOS dan Android pun menolak Gab ada di toko aplikasi mereka.
Para pengguna hanya bisa mengaksesnya melalui situs web Gab via peramban. Media sosial ini juga hampir tak terdengar di Indonesia, pengguna globalnya pun hanya mencapai 225.000-an.
Meski sedikit, pengguna Gab bisa dibilang loyal karena media sosial ini memiliki karakteristik yang tersegmentasi. Karena itulah Gab tetap bertahan walaupun penggunanya hanya sedikit.
4. Myspace
Sebelum Facebook menjadi sangat populer seperti sekarang ini, Myspace adalah media sosial dengan basis pengguna terbesar di dunia maya. Diluncurkan pada tahun 2003, Myspace menjadi pesaing terberat Friendster yang populer tahun 2005 - 2008.
Keunggulan media sosial ini terletak pada kemampuan memodifikasi profil sesuai karakter, dengan latar belakang musik dan ragam video GIF yang menggemaskan.
Kini, Myspace masih hidup, tetapi hanya ditujukan bagi para pehobi musik dan pop-culture yang tersegmentasi. Pengguna aktif bulanannya saat ini mencapai sekitar 15 jutaan.
5. Yo
Media sosial satu ini awalnya dikira sebagai guyonan, mengingat tanggal rilisnya bertepatan dengan perayaan April Mop pada tahun 2014 lalu. Mulanya kegunaan media sosial ini hanya satu, memungkinkan pengguna mengirimkan imbuhan “yo” untuk pengguna lain.
Lama-kelamaan fiturnya ditambah, mulai dari berbagi lokasi, tautan, hingga foto. Sejak rilis, ada 3 juta orang yang mengunduh aplikasi Yo dan 100 juta “yo” sudah dikirim ke sesama pengguna. Sekarang media sosial ini masih bisa digunakan, walau tak jelas berapa penggunanya yang masih aktif.