ID | EN

Amankah Imunisasi Anak di Tengah Pandemi?

WHO terus mengimbau masyarakat untuk memastikan program imunisasi tetap berlanjut, meski dunia tengah dilanda pandemi COVID-19.
 
 
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia ternyata juga berdampak pada layanan imunisasi. Dihimpun dari AFP, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan empat bulan pertama pada 2020 dunia mengalami penurunan substansial pada vaksinasi difteri, tetanus, dan batuk rejan. Penyebabnya adalah kekhawatiran masyarakat terhadap penularan virus corona jika mereka pergi ke luar rumah, juga karena kesulitan ekonomi sebagai dampak dari pandemi.
 
Meski demikian, WHO terus mengimbau masyarakat di berbagai belahan dunia untuk memastikan program imunisasi tetap berlanjut. "Penderitaan dan kematian yang dapat dihindari yang disebabkan oleh anak-anak yang kehilangan imunisasi rutin bisa jauh lebih besar dari COVID-19 itu sendiri," kata Tedros dikutip dari situs WHO (15/7).
 
Dikutip dari situs web Unicef, sejak tanggal 20 – 29 April 2020, ada 5.329 dari 9.993 puskesmas yang berpartisipasi dalam survei daring dengan tingkat penyelesaian 89 persen, mencakup 388 dari 540 kabupaten dan kota, di 34 provinsi di Indonesia.
 
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa hampir 84 persen dari fasilitas kesehatan yang melaporkan, layanan imunisasi mengalami gangguan signifikan akibat pandemi dan kebijakan pemerintah untuk menjaga jarak. Meski ada banyak puskesmas yang tetap memberikan layanan imunisasi, namun tak sedikit pula yang mengalami gangguan atau bahkan menghentikan layanan imunisasi.
 
Melansir Kompas.com, dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan di RS Advent Bandung dr. Wawang Setiawan Sukarya, Sp.OG(K), MARS, MH.Kes mengatakan, meskipun saat ini dunia tengah menghadapi pandemi COVID-19, namun menurutnya imunisasi tetap penting.
 
"Betul, tetap harus imunisasi," katanya pada Kompas.com, Jumat (17/7). dr. Wawang menjelaskan, imunisasi tetap aman selama masyarakat mematuhi protokol kesehatan. Sebab jika anak tidak mendapatkan imunisasi, maka anak tidak akan memiliki kekebalan terhadap penyakit terkait.
 
Dia memberikan contoh, jika anak tidak mendapatkan imunisasi polio, maka anak tersebut tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit polio. Begitu juga pada imunisasi campak dan lainnya. Imunisasi, menurut dr. Wawang, ada banyak jenisnya mulai dari campak, cacar air, Hepatitis BHib, BCG, DTP, flu, MMR, dan lain sebagainya. Ada yang diberikan menggunakan intravena atau disuntik, ada juga yang secara oral.
 
Lalu bagaimana caranya agar imunisasi di tengah pandemi tetap aman? dr. Wawang menjelaskan, baik orang tua maupun petugas imunisasi perlu mematuhi protokol kesehatan. Pertama, menurutnya, petugas maupun orang tua harus dalam kondisi sehat. Petugas perlu dites COVID-19. Biasanya tes tersebut dilakukan oleh instansi terkait.
 
Selain itu, petugas wajib mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memberikan vaksin dan memakai masker. Dianjurkan untuk memakai tambahan face shield. dr. Wawang mengatakan, perlu memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik jika imunisasi diberikan dengan cara disuntik.
 
"Petugas yang positif COVID-19 tidak boleh memberikan imunisasi walau tanpa gejala," jelasnya. Sementara itu pada orang tua anak, menurutnya sebaiknya juga dites, karena bisa menular ke siapa saja termasuk anak kecil. Apalagi jika berdomisili di zona merah COVID-19.
 
Lalu bagaimana jika sudah melewati masa imunisasi? Apakah masih bisa melakukan imunisasi? "Bisa. Penjadwalan itu kan agar imunisasi jangan lupa dan lengkap. Tapi kalau terlewat dan belum ya datang konsultasi ke dokternya untuk imunisasi, daripada kena penyakit," ujar dr. Wawang.
Scroll To Top